AL HADITS

Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata Rosulullah saw bersabda sesungguhnya jujur menunjukan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukan ke Surga, dan  sesungguhnya seseorang pasti berkata benar sehingga ia dicatat disisi Allah sebagai seorang yang benar, dan sesungguhnya bohong itu menunjukkan kepada kecurangan, dan sesungguhnya kecurangan itu menunjuk ke Neraka, dan sesungguhnya seseorang benar-benar berkata bohong sehingga ia di atat disisi Allah sebagai seorang pendusta.

Matnul Hadits
Yang disebut dengan matnul hadits adalah pembicaraan atau materi berita yang dioper oleh sanad terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah saw., sahabat ataupun tabi’i. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan nabi maupun sahabat yang tidak bisa di sanggah oleh nabi misalnya perkataan sahabat An-nas Bin Malik:
“kami bersembahyang bersama-sama Rosulullah saw. pada waktu udara sangat panas. Apabila salah seorang dari kami tak sanggup menekankan dahinya diatas tanah, maka ia bentangkan pakaiannya lantas sujud diatasnya”.

Sifat-sifat Rowi
Tiap-tiap seorang dari rowi-rowi hadits itu hendaklah bersifat:
1.Tidak terkenal sebagai pendusta
2.Tidak dituduh sebagai pendusta
3.Tidak banyak salahnya
4.Tidak kurang telitinya
5.Pasiq
6.Tidak ragu-ragu
7.Tidak ahli bid’ah
8.Tidak kurang kuat hafalannya
9.Tidak sering menyalahi rowi-rowi yang kuat
10.Tidak-tidak terkenal (Rowi yang terkenal adalah seorang yang terkenal oleh 2 orang ahli hadits di zamannya)

Al Hadits Sebagai Sumber Hukum
Hampir seluruh umat islam telah sepakat menetapkan Al Hadits sebagai salah satu undang-undang yang wajib ditaati, baik berdasarkan petunjuk akal, petunjuk nash-nash Al Quran maupun izma para sahabat.

Hadits Qudsi
Hadits Qudsi disebut juga hadits rabbani atau hadits ilahi, ialah:
“sesuatu yang dikabarkan Allah kepada Nabinya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri”.
Perbedaa Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi
1.Hadits Qudsi biasanya diberi cirri-ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat (qala <yaqulu> llahu)
2.Fima yarwihi ‘anil lahi tabaroka wata’ala
3.Lapadz-lapadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas, setelah selesai penyebutan Rowi yang menjadi sumbernya yakni sahabat.
Sedang untuk hadits nabawi tidak ada tanda-tanda yang demikian misalnya:
“Dari Abu Zarr Jundab Bin Junadah, dari Rasullullah Saw. berdasarkan berita yang disampaikan Allah tabaroka wata’ala bahwa Allah telah berfirman: wahai hambaku! Aku telah mengharamkan dzalim terhadap diriku sendiri. Aku telah jadikan perbuatan dzalim itu terlarang antara kamu sekalian. Karena itu janganlah kamu saling dzalim mendzalimi (H.R Muslim).

Perbedaan Hadits Qudsi dan Al Quran
Semua lapadz-lapadz Al Quran adalah mukhjizat dan mutawatir, sedangkan hadits Qudsi tidak demikian halnya. Ketentuan hokum yang berlaku bagi Al Quran tidak berlaku bagi bagi Al Hadits, setiap huruf yang dibaca dari Al Quran memberikan hak pahala kepada pembacanya sepuluh kebaikkan. Meriwayatkan Al Quran tidak boleh dengan maknanya saja berlainan dengan Al hadits.


Ilmu Mustolahul Hadits
Kebanyakkan muhadditsint membagi ilmu ini kepada 2 bagian, yaitu:
1.Ilmu Hadits
2.Usulil Hadits
Ilmu Hadits ialah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuatan, pengakuan, gerak-gerak dan bentuk jasmaniah Rasulullah saw. beserta sanad-sanad dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshohihannya, kehasanannya, kedho’ifannya dari pada lainnya, baik mattan maupun sanadnya.
Ilmu Usul Hadits ialah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshohihan, kehasanan, dan kedho’ifan hadits, mattan maupun sanad dan untuk membedakan dengan yang lainnya.

Ta’rif Hadits Shohih
Yang dimaksud dengan hadits shohih menurut muhadditsin adalah:
“hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.
Syarat-syarat hadist shohih ada 5 syarat, yaitu:
1.Rowinya bersifat adil
2.Sempurna ingatannya
3.Sanadnya tiada putus
4.Hadits itu tidak ber’illat
5.Tiada janggal

Ta’rif Hadits Hasan
Para ulama muhadditsin tidak sependapat dalam menta’rifkan hadits hasan. Perbedaan itu sudah barang tentu mempunyai efek yang berlainan.
At-turmudzy menta’rifkan hadits hasan dengan hadits yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada mattanya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan yang sepadan maknanya.

0 komentar: